Selasa, 25 November 2014

Sistim Pengeluaran Kas

Sistim Pengeluaran Kas

Sistem akuntansi pengeluaran kas merupakan sistem yang digunakan untuk mencatat seluruh transaksi pengeluaran kas. Penatausahaan pengeluaran kas merupakan serangkaian proses kegiatan menerima, menyimpan, menyetor, membayar, menyerahkan, dan mempertanggungjawabkan pengeluaran uang yang berada dalam pengelolaan SKPKD (Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah) dan/atau SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Sistem dan Prosedur Akuntansi Pengeluaran kas terdiri atas 4 sub sistem yaitu:

  1. Sub Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas Pembebanan Uang Persediaan (UP)
  2. Sub Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas Pembebanan Ganti Uang Persediaan (GU).
  3. Sub Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas Pembebanan Tambahan Uang Persediaan (TU).
  4. Sub Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas Pembebanan Langsung (LS).

Prosedur Sub Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas, terdiri atas:

  1. Penerbitan Surat Penyediaan Dana (SPD)
  2. Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
  3. Penerbitan Surat Permintaan Membayar (SPM)
  4. Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana(SP2D)
  5. Penerbitan Surat Pertanggungjawaban (SPJ)
  6. Penerbitan Nota Permintaan Dana (NPD)

Fungsi Perbendaharaan di SKPD

Fungsi Perbendaharaan di SKPD

Fungsi perbendaharaan di SKPD merupakan bagian tak terpisahkan dari “reformasi” pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Permendagri No.13/2006. Pengaturan lebih jauh tentang fungsi perbendaharaan ini ditetapkan dalam Permendagri No.55/2008.

Terdapat beberapa hal yang penting dipahami dan didiskusikan lebih jauh tentang pengaturan fungsi dan kewajiban bendahara dalam Permendagri 55/2008, diantaranya:

  1. Mempertegas fungsi bendahara, yang bisa disingkat (5M), yakni menerima, menyimpan, membayarkan/menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan. Hal ini bermakna bahwa penatausahaan atas uang/kas yang dipegang oleh bendahara merupakan suatu keharusan. Bendahara tidak melaksanakan fungsi akuntansi, tetapi hanya “sampai” ke penatausahaan saja.

Siapakah yang Seharusnya Menjadi PPTK?

Siapakah yang Seharusnya Menjadi PPTK?

Ada kasus menarik ketika saya berdiskusi dengan bendahara dan Pejabat membidangi Keuangan dalam acara Pelatihan Reguler Keuangan Daerah bagi SKPD di Kabupaten Gianyar.
Pertanyaan yang muncul adalah seputar pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD, yakni ketika Kepala SKPD menunjuk Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). So, Siapa yang dimaksud dengan PPTK?
Apakah PPTK yang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga?

Pasal 12 (ayat 1-2) Permendagri No.13/2006 menyatakan:

"Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang dalam melaksanaka program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK"

Uang Persediaan

Uang Persediaan (UP)

Uang persediaan (UP) adalah istilah baru yang muncul dalam Permendagri No.13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. UP merupakan uang kas yang ada di tangan bendahara pengeluaran, dengan karakteristik sebagai berikut:

  1. Hanya diberikan sekali dalam satu tahun anggaran;
  2. Diberikan pada awal tahun anggaran;
  3. Merupakan jumlah maksimal (pagu) uang yang dipegang oleh bendahara pengeluaran;
  4. Untuk digunakan dalam melaksanakan pembayaran kegiatan-kegiatan yang bersifat swakelola;
  5. Bersifat revolving (adanya pengisian kembali jika telah terpakai); dan
  6. Besarannya tergantung pada “kebijakan daerah” (biasanya dinyatakan dalam Surat Keputusan Kepala Daerah).

Uang Persediaan (UP) dalam Permendagri No.13/2006

Pasal 1 angka 66 Permendagri No.13/2006 menyatakan bahwa 
SPP Uang Persediaan (SPP-UP) adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan uang muka kerja yang bersifat pengisian kembali (revolving) yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung

Selasa, 27 Mei 2014

sekilas tentang Bea Meterai

sekilas tentang Bea Meterai

Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus sudah dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan.

DASAR HUKUM Bea Meterai 

  1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005
  4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.
  5. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.
  6. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan.
  7. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi.
  8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.
  9. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemeteraian Kemudian.
  10. Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea Meterai.

Siapa Bilang Rekening PNS Tidak Boleh Gendut?

Siapa Bilang Rekening PNS Tidak Boleh Gendut?

Menjadi PNS masih menjadi pilihan dan idaman banyak orang. Daya tarik klasiknya adalah adanya kepastian penghasilan setiap bulan, serta jaminan pensiun. Sejak bergulirnya reformasi, gaji PNS juga mengalami perbaikan yang cukup signifikan. 

Beberapa kementerian dan lembaga kini menerapkan renumerasi, istilah yang digunakan untuk tunjangan tambahan selain gaji pokok dan tunjangan yang telah ada sebelumnya. Kalangan guru pun menikmati tunjangan sertifikasi yang memadai.

Belakangan isu korupsi menerpa dan menjadi wacana politik yang meramaikan media. Rekening gendut PNS mulai dari petinggi Polri, DPR, pegawai Pajak, dan PNS lembaga pemerintah lainnya, marak diberitakan. Isu korupsi pun melekat pada makhluk berseragam bernama PNS. Jika penghasilan atau tabungannya tidak masuk akal dibanding gajinya, maka logika publik akan menuduh bahwa yang bersangkutan korupsi.

Dengan kata lain, PNS ditakdirkan untuk tidak menjadi kaya, tidak boleh memiliki tabungan yang besar. Malangnya, pejabat negara sekalipun masih salah kaprah dalam hal ini. Sebagaimana dikutip dari Detik, Sekretaris KemenPAN, Tasdik Kinanto beberapa waktu lalu menegaskan, “Jangan mimpi jadi PNS bisa kaya, harus siap menderita karena kita mengemban amanah rakyat.” Apa iya mesti demikian?

PNS Seharusnya Kaya

Saatnya membuka pikiran, membongkar doktrin-doktrin salah yang ditanamkan bagi seorang pelayan masyarakat bernama PNS. PNS haruslah berdaya secara ekonomi untuk dapat memberikan sumbangsih maksimal kepada masyarakat. 

PNS juga bisa Kaya Tanpa Korupsi

PNS juga bisa Kaya Tanpa Korupsi

Suatu hari, saya membaca sebuah berita di situs detik finance dengan judul “KemenPAN: Jangan Mimpi Jadi PNS Bisa Kaya, Kita Harus Siap Menderita.” Statement ini mengamini pendapat sebagian orang yang mungkin berfikir bahwa PNS bisa kaya, hanya kalau korupsi.
Bagaimana pendapat anda?
Menurut anda, mungkin tidak seorang PNS menjadi Kaya Tanpa Korupsi. Kalau bagi saya, tidak hanya sekedar mungkin, tetapi bisa.

Sebelum jauh kita membahas bagaimana caranya, kita sepakat dulu yuk, apa definisi kaya dan apa definisi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kaya adalah mempunyai banyak harta. Tentunya harta yang banyak jumlahnya relatif bagi setiap orang, untuk menyederhanakannya anggaplah orang kaya adalah orang yang memiliki penghasilan yang lebih besar daripada pengeluaran hidupnya. Dan korupsi sebagaimana definisi KBBI adalah penyelewengan, atau lebih jelasnya adalah ketika seorang pegawai negeri menerima uang ataupun natura dalam jumlah berapapun yang tidak menjadi haknya.

Rabu, 30 April 2014

UU No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)

UU No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)

Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
UU No 5/2014 Tentang ASN
UU No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)

UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa

UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa

berikut ini sekilas tentang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa
UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa

SE-12/PB/2014 tentang Tunjangan Fungsional Pustakawan

SE-12/PB/2014 tentang Tunjangan Fungsional Pustakawan

Surat Edaran Perbendaharaan Negara Nomor SE-12/PB/2014 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2013 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan.
SE-12/PB/2014 tentang Tunjangan Fungsional Pustakawan

SE 900/1798/SJ Kemendagri tentang Tunjangan Profesi Guru

SE 900/1798/SJ Kemendagri 

tentang Penyelesaian Pembayaran Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (TPG PNSD.

berikut ini lebih lanjut tentang SE 900/1798/SJ Kemendagri tentang Tunjangan Profesi Guru tersebut.
SE Kemendagri No 900/1798/SJ tentang Tunjangan Profesi Guru PNS
SE Kemendagri No 900/1798/SJ tentang Tunjangan Profesi Guru PNS
demikianlah Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri Nomor 900/1798/SJ tentang Penyelesaian Pembayaran Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (TPG PNSD) tersebut.

Kemendagri No 061-8087 Tahun 2013

Kemendagri No 061-8087 Tahun 2013

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061 - 8087 Tahun 2013 tentang Penetapan Nama Dan Kode Standar Operasional Prosedur Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri.

Kemendagri No 061-8087 Tahun 2013

Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.

sesuai dengan Peraturan Meteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 14, Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dapat diterangkan sebagai berikut:

Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD.

Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud  diatas adalah pejabat fungsional.

Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK SKPD)

Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK SKPD)

Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disingkat PPK-SKPD adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.

sesuai dengan Peraturan Meteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 13, Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK SKPD) dapat diterangkan sebagai berikut


Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai PPK-SKPD.

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.

sesuai dengan Peraturan Meteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 12, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dapat diterangkan sebagai berikut

Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK.

Penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud diatas berdasarkan:
  • pertimbangan kompetensi jabatan, 
  • anggaran kegiatan, 
  • beban kerja, 
  • lokasi, 
  • dan/atau rentang kendali dan 
  • pertimbangan objektif lainnya.

Pejabat Pengguna Anggaran (PA) / Pengguna Barang (PB)

Pejabat Pengguna Anggaran (PA) / Pengguna Barang (PB)

Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah.
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang.

sesuai dengan Peraturan Meteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 10, Pejabat Pengguna Anggaran (PA) / Pengguna Barang dapat diterangkan sebagai berikut

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya disebut dengan. kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.

Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah.

Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah.

sesuai dengan Peraturan Meteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 7, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dapat diterangkan sebagai berikut

Kepala SKPKD selaku PPKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b mempunyai tugas:
  1. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
  2. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
  3. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
  4. melaksanakan fungsi BUD;
  5. menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan
  6. melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.

Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (KPKD)

Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (KPKD)

sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 6, dapat dijelaskan bahwa:

Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a berkaitan dengan peran clan fungsinya dalam membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah.

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (PKPKD)

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (PKPKD)

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.

Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

Kepala Daerah adalah gubemur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.

mengenai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (PKPKD) diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. dimana dalam Pasal 5 disebutkan bahwa:

Kepala daerah (Gurbenur/Bupati/Walikota)selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.